Bagaimana Kriteria Tanah Telantar? Ini Penjelasan Kementerian ATR/BPN - The Rich3

Bagaimana Kriteria Tanah Telantar? Ini Penjelasan Kementerian ATR/BPN

Bagaimana Kriteria Tanah Telantar? Ini Penjelasan Kementerian ATR/BPN

THE RICH3 - Anda mungkin sering melihat sebidang tanah kosong di tengah kota. Tanah itu dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun. Rerumputan liar tumbuh tinggi mengelilinginya. Terkadang, tumpukan sampah ikut menghiasinya. Mungkin Anda bertanya-tanya, apakah lahan seperti itu bisa disebut tanah telantar? Jawabannya ternyata tidak sesederhana itu. 

Status "telantar" bukanlah sekadar kondisi fisik. Status ini merupakan sebuah ketetapan hukum yang serius. Pemerintah memiliki aturan yang jelas mengenainya. Hal ini menjadi sorotan utama baru-baru ini. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, memberikan sebuah pernyataan penting. 

Beliau mengungkapkan ada sekitar 1,4 juta hektar tanah telantar. Tanah luas ini kini tercatat sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Pernyataan ini disampaikan dalam acara pengukuhan Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA-PMII) di Jakarta pada Minggu, 13 Juli 2025. 

Menurut beliau, tanah tersebut harus dimanfaatkan. Pemanfaatannya harus sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Pemerintah sangat serius dalam menertibkan aset ini. Tujuannya agar tidak ada lagi lahan yang menganggur tanpa tujuan. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk memahami kriterianya. Apa yang membuat sebidang tanah sah disebut telantar di mata hukum? Mari kita bedah bersama.

Apa Sih Sebenarnya Tanah Telantar Itu?

Untuk memahami persoalan ini, kita harus merujuk pada sumber yang paling sahih. Kementerian ATR/BPN telah memberikan penjelasan yang gamblang. Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, angkat bicara. Beliau menegaskan bahwa definisinya sudah sangat jelas. Semua tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021. Peraturan ini secara khusus membahas Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.

"Definisi dan penjelasannya ada di Peraturan Pemerintah (PP) 20 Tahun 2021," ujar Harison kepada Kompas.com pada Rabu, 16 Juli 2025.

Jadi, apa definisi resminya? Menurut regulasi tersebut, tanah telantar adalah sebuah status. Status ini diberikan kepada tanah hak, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah. Kunci utamanya terletak pada empat kata kerja. Tanah tersebut sengaja tidak diusahakan. Tanah itu juga sengaja tidak dipergunakan. Kemudian, tanah itu sengaja tidak dimanfaatkan. Dan/atau sengaja tidak dipelihara.

Kata "sengaja" di sini menjadi penekanan penting. Ini berarti penelantaran terjadi karena niat atau kelalaian dari pemilik hak. Bukan karena faktor di luar kendali. Misalnya, tanah yang tidak bisa digarap karena sengketa waris yang masih berjalan mungkin tidak langsung masuk kategori ini. Namun, tanah yang dibiarkan kosong oleh pemiliknya padahal tidak ada halangan apa pun, berpotensi besar menjadi objek penertiban.

Baca Juga: Sertifikat Tanah Hilang? Ini Biaya Pengurusannya

Lebih lanjut, Pasal 5 dalam PP tersebut memberikan penegasan. Objek Penertiban Tanah Telantar bisa mencakup tanah yang sudah terdaftar. Bisa juga tanah yang bahkan belum terdaftar sama sekali. Selama tanah itu memenuhi unsur "sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara", maka ia bisa menjadi target penertiban oleh pemerintah. Ini menunjukkan bahwa negara tidak memandang bulu. Kepemilikan sertifikat tidak membuat pemilik bisa lepas dari tanggung jawab untuk memanfaatkan tanahnya.

Mengupas Tuntas Kriteria Tanah Telantar Berdasarkan Haknya

Nah, bagian ini adalah inti dari persoalan. Tidak semua jenis hak atas tanah diperlakukan sama. PP Nomor 20 Tahun 2021, khususnya pada Pasal 7, merinci kriteria spesifik untuk setiap jenis hak. Ini penting untuk diketahui agar tidak ada salah kaprah. Jenis hak yang menjadi objek penertiban sangat beragam. Mulai dari Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai, Hak Pengelolaan (HPL), hingga tanah dari Dasar Penguasaan Atas Tanah.

Yuk, kita bedah satu per satu kriterianya.

1. Untuk Pemegang Hak Milik (HM)

Hak Milik adalah hak terkuat dan terpenuh yang bisa dimiliki individu atas tanah. Namun, hak yang kuat ini datang dengan tanggung jawab sosial. Tanah Hak Milik bisa menjadi Objek Penertiban Tanah Telantar jika memenuhi salah satu dari tiga kondisi berikut:

  • Dikuasai Masyarakat Menjadi Perkampungan: Tanah tersebut sengaja tidak digunakan atau dipelihara oleh pemiliknya. Akibatnya, masyarakat sekitar mengambil alih lahan tersebut. Mereka mendirikan pemukiman atau perkampungan di atasnya. Kondisi ini menunjukkan pemilik telah abai terhadap asetnya.

  • Dikuasai Pihak Lain Selama 20 Tahun: Tanah tersebut dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus. Jangka waktunya sangat panjang, yaitu 20 tahun. Selama itu, tidak ada hubungan hukum apa pun antara penguasa fisik dan pemilik sah. Misalnya, tetangga yang memakai lahan Anda untuk berkebun selama 20 tahun tanpa izin dan Anda tidak pernah menegurnya.

  • Fungsi Sosial Tidak Terpenuhi: Ini adalah kriteria yang lebih luas. Setiap hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Artinya, tanah harus memberikan manfaat, baik bagi pemilik maupun lingkungan sekitar. Jika tanah dibiarkan kosong tanpa tujuan yang jelas, ia dianggap tidak memenuhi fungsi sosialnya. Ini berlaku baik pemiliknya masih ada maupun sudah tidak diketahui keberadaannya.

2. Untuk Pemegang Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan (HPL)

Kelompok hak ini memiliki aturan waktu yang lebih tegas. HGB adalah hak untuk mendirikan bangunan di atas tanah milik negara. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan tanah negara atau tanah milik orang lain. Sementara HPL adalah kewenangan mengelola tanah negara yang biasanya dipegang oleh instansi pemerintah atau BUMN.

Ketiga jenis hak ini menjadi objek penertiban jika:

Dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya hak.

Jadi, ada batas waktu yang sangat jelas. Misalnya, sebuah perusahaan pengembang mendapat HGB untuk membangun perumahan. Namun, setelah dua tahun sertifikat HGB terbit, lahan itu masih berupa tanah kosong. Tidak ada aktivitas pembangunan sama sekali. Maka, tanah tersebut sudah masuk dalam radar untuk ditertibkan sebagai tanah telantar.

3. Untuk Pemegang Hak Guna Usaha (HGU)

HGU biasanya diberikan untuk kegiatan usaha skala besar. Contohnya seperti perkebunan, perikanan, atau peternakan. Luasannya pun biasanya sangat besar, bisa mencapai ribuan hektar. Karena potensinya yang besar untuk perekonomian, pemerintah menetapkan aturan yang ketat.

Tanah HGU menjadi objek penertiban jika:

Dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya hak.

Aturannya mirip dengan HGB. Sebuah perusahaan yang mendapatkan HGU untuk perkebunan kelapa sawit wajib memulai penggarapan lahan dalam dua tahun. Jika tidak, pemerintah berhak mengambil alih kembali lahan tersebut. Ini untuk mencegah spekulan tanah yang hanya memegang HGU tanpa niat mengembangkannya.

4. Untuk Tanah dari Dasar Penguasaan Atas Tanah

Kategori ini mencakup tanah yang penguasaannya bukan berasal dari sertifikat hak modern. Bisa jadi berasal dari surat-surat lama, girik, atau dasar penguasaan lainnya yang diakui secara hukum.

Tanah ini menjadi objek penertiban jika:

Dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya Dasar Penguasaan Atas Tanah.

Logikanya sama. Sejak seseorang atau badan hukum mendapatkan legalitas untuk menguasai sebidang tanah, ia diberi waktu dua tahun untuk memanfaatkannya.

Untuk mempermudah pemahaman, berikut adalah tabel ringkasannya:

Jenis Hak Atas Tanah Kriteria Utama Penelantaran Batas Waktu
Hak Milik (HM) - Dikuasai masyarakat jadi perkampungan.
- Dikuasai pihak lain terus-menerus 20 tahun.
- Fungsi sosial tidak terpenuhi.
Tidak ada batas waktu eksplisit, berdasarkan kondisi.
Hak Guna Bangunan (HGB) Sengaja tidak diusahakan/dipergunakan/dimanfaatkan/dipelihara. 2 tahun sejak hak terbit.
Hak Guna Usaha (HGU) Sengaja tidak diusahakan/dipergunakan/dimanfaatkan. 2 tahun sejak hak terbit.
Hak Pakai Sengaja tidak diusahakan/dipergunakan/dimanfaatkan/dipelihara. 2 tahun sejak hak terbit.
Hak Pengelolaan (HPL) Sengaja tidak diusahakan/dipergunakan/dimanfaatkan/dipelihara. 2 tahun sejak hak terbit.
Dasar Penguasaan Atas Tanah Sengaja tidak diusahakan/dipergunakan/dimanfaatkan/dipelihara. 2 tahun sejak dasar penguasaan terbit.

Proses Penertiban Tanah Telantar: Dari Identifikasi Hingga Penetapan

Pemerintah tidak bisa serta-merta mengambil alih tanah. Ada serangkaian prosedur yang harus dilalui. Proses ini dirancang untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum. Tujuannya adalah memberikan kesempatan bagi pemegang hak untuk melakukan pembelaan atau memperbaiki kelalaiannya. Proses ini berjalan secara bertahap.

Tahap 1: Inventarisasi

Langkah pertama adalah pengumpulan data. Kementerian ATR/BPN mencari dan mendata tanah-tanah yang terindikasi telantar. Informasi ini bisa berasal dari berbagai sumber. Bisa dari laporan masyarakat yang peduli. Bisa juga dari hasil pengawasan langsung oleh kantor pertanahan setempat. Pemanfaatan teknologi seperti citra satelit juga sangat membantu untuk memantau lahan-lahan luas yang tidak tergarap.

Tahap 2: Identifikasi dan Penelitian

Setelah ada daftar tanah yang terindikasi, tim dari BPN akan turun ke lapangan. Mereka melakukan identifikasi dan penelitian. Tim ini akan memeriksa status kepemilikan tanah. Mereka juga akan memverifikasi kondisi fisik di lapangan. Apakah benar tanah tersebut tidak dimanfaatkan? Apa penyebabnya? Semua data ini dikumpulkan untuk menjadi dasar evaluasi.

Tahap 3: Peringatan kepada Pemegang Hak

Ini adalah tahap yang krusial. Jika hasil penelitian menunjukkan adanya unsur penelantaran, pemerintah tidak langsung mengambil alih. Kepala kantor pertanahan akan mengirimkan surat peringatan resmi kepada pemegang hak. Biasanya, peringatan ini diberikan secara bertahap:

  • Peringatan Pertama: Memberitahu bahwa tanahnya terindikasi telantar dan meminta klarifikasi atau rencana pemanfaatan.

  • Peringatan Kedua: Diberikan jika peringatan pertama tidak diindahkan.

  • Peringatan Ketiga (Terakhir): Merupakan pemberitahuan final sebelum proses penetapan dilanjutkan.

Setiap peringatan memberikan jangka waktu tertentu bagi pemilik untuk merespons. Ini adalah kesempatan terakhir bagi pemilik untuk menyelamatkan asetnya.

Tahap 4: Penetapan Tanah Telantar

Jika setelah tiga kali peringatan tidak ada itikad baik dari pemegang hak, maka proses berlanjut ke tahap akhir. Menteri ATR/Kepala BPN akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Tanah Telantar. Dengan terbitnya SK ini, maka secara hukum tanah tersebut resmi menjadi tanah telantar.

Setelah Ditetapkan Telantar, Lalu Apa?

Penetapan status telantar membawa konsekuensi hukum yang sangat besar. Hubungan hukum antara pemegang hak sebelumnya dengan tanah tersebut diputus. Artinya, sertifikat hak atas tanah itu menjadi tidak berlaku lagi. Tanah tersebut kemudian ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

Lalu, apa yang terjadi pada tanah negara ini? Tanah ini tidak dibiarkan begitu saja. Tanah hasil penertiban akan dimasukkan ke dalam sistem Bank Tanah. Bank Tanah adalah lembaga yang bertugas mengelola, merencanakan, dan mendistribusikan tanah negara untuk berbagai kepentingan.

Pemanfaatan tanah telantar ini memiliki skala prioritas yang jelas. Tujuannya adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai amanat konstitusi. Prioritas utamanya antara lain:

  1. Reforma Agraria: Inilah yang disinggung oleh Menteri Nusron Wahid. Tanah-tanah tersebut akan diredistribusikan kepada petani tak bertanah, masyarakat miskin, atau kelompok masyarakat lainnya yang membutuhkan. Ini disebut juga sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Program ini bertujuan untuk mengurangi ketimpangan kepemilikan tanah.

  2. Proyek Strategis Nasional (PSN): Tanah dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur penting. Contohnya seperti jalan tol, bendungan, pelabuhan, atau bandara yang masuk dalam daftar PSN.

  3. Kepentingan Umum Lainnya: Pembangunan fasilitas sosial seperti sekolah, rumah sakit, pasar, atau ruang terbuka hijau juga menjadi prioritas.

  4. Masyarakat Hukum Adat: Tanah yang berada di wilayah adat dapat dikembalikan atau diberikan kepada masyarakat hukum adat setempat.

  5. Cadangan Negara: Sebagian tanah dapat disimpan sebagai cadangan untuk kebutuhan pembangunan di masa depan.

Implikasi Bagi Pemilik Tanah dan Masyarakat

Kebijakan mengenai tanah telantar ini memiliki implikasi dua arah. Baik bagi para pemilik tanah maupun bagi masyarakat luas.

Bagi Pemilik Tanah:

Pesan dari pemerintah sangat jelas: "manfaatkan asetmu atau kehilangan asetmu". Aturan ini menjadi pengingat bagi setiap pemilik tanah. Kepemilikan tanah bukan hanya soal hak, tetapi juga tanggung jawab. Pemilik tanah, baik perorangan maupun perusahaan, didorong untuk lebih proaktif. Mereka harus menyusun rencana yang jelas untuk setiap jengkal tanah yang dimiliki. Jika belum mampu mengelola sendiri, opsi kerja sama dengan pihak lain bisa menjadi solusi. Jangan sampai aset berharga menjadi sia-sia dan akhirnya diambil alih oleh negara.

Bagi Masyarakat Luas:

Kebijakan ini membuka peluang besar. Pernyataan Menteri Nusron tentang 1,4 juta hektar tanah yang menjadi TORA adalah kabar baik. Ini berarti ada harapan bagi jutaan rakyat yang belum memiliki akses terhadap tanah. Masyarakat juga bisa berperan aktif dalam kebijakan ini. Anda bisa melaporkan jika mengetahui adanya lahan yang terindikasi telantar di lingkungan sekitar. Laporan ini bisa disampaikan ke kantor pertanahan terdekat. Dengan begitu, Anda turut membantu pemerintah dalam mengoptimalkan sumber daya agraria untuk kepentingan bersama.

Secara keseluruhan, penertiban tanah telantar adalah instrumen negara. Tujuannya untuk memastikan keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatan tanah. Ini bukan tentang merampas hak milik. Ini adalah tentang menegakkan tanggung jawab sosial yang melekat pada setiap hak. Dengan menertibkan lahan yang tidur, pemerintah membuka jalan bagi pembangunan yang lebih merata. Sehingga, setiap jengkal tanah di bumi pertiwi dapat memberikan manfaat maksimal bagi seluruh rakyat Indonesia. (Therich3/Admin)

Belum ada Komentar untuk "Bagaimana Kriteria Tanah Telantar? Ini Penjelasan Kementerian ATR/BPN"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel