Ketentuan Obyek Tanah yang Bisa Disita Negara, Berikut Penjelasannya

THE RICH3 - Memiliki sebidang tanah adalah impian banyak orang. Tanah dianggap sebagai aset berharga. Nilainya cenderung naik dari waktu ke waktu. Namun, pernahkah terbayang aset berharga ini menghadapi masalah hukum? Salah satu risiko yang mungkin terjadi adalah penyitaan oleh negara.
Mendengar kata "sita" saja sudah cukup membuat khawatir. Pikiran kita mungkin langsung tertuju pada kehilangan hak atas properti yang kita miliki. Akan tetapi, jangan langsung panik. Proses penyitaan tanah tidak bisa dilakukan sembarangan.
Ada aturan main yang sangat jelas dan ketat. Negara tidak bisa serta-merta mengambil alih tanah milik warganya. Pemerintah telah menetapkan serangkaian ketentuan yang kompleks. Peraturan ini melindungi hak pemilik tanah. Sekaligus juga memastikan proses hukum berjalan adil.
Jadi, penting bagi kita semua untuk memahaminya. Mengetahui aturan ini bisa menjadi bekal berharga. Ini adalah bentuk perlindungan diri sebagai pemilik aset. Artikel ini akan mengupas tuntas semuanya. Kita akan bahas secara santai dan mudah dimengerti. Mulai dari apa itu sita tanah. Siapa saja yang berwenang melakukannya. Hingga jenis tanah apa saja yang ternyata kebal dari sitaan. Yuk, kita selami bersama agar lebih paham.
Kenalan Dulu, Apa Itu Sita Tanah?
Sebelum melangkah lebih jauh, kita harus samakan persepsi dulu. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan sita tanah? Mungkin banyak yang mengira sita berarti tanahnya langsung diambil alih. Anggapan ini tidak sepenuhnya tepat. Sita tanah pada dasarnya adalah sebuah tindakan administrasi. Ini bukan tindakan fisik mengambil alih lahan.
Menurut definisi resmi, sita adalah sebuah catatan. Catatan ini dibubuhkan pada buku tanah dan sertifikatnya. Buku tanah ini tersimpan rapi di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jadi, ketika sebuah tanah dikenai sita, akan ada keterangan khusus. Keterangan ini menjelaskan bahwa tanah tersebut sedang dalam sengketa. Atau menjadi jaminan dalam suatu proses hukum.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, memberikan penjelasan penting. "Yang menyita itu APH atau pengadilan. BPN tidak punya kewenangan sita, hanya mencatat sita itu," jelasnya pada Rabu (30/7/2025). Pernyataan ini menegaskan posisi BPN. BPN berperan sebagai pencatat atau administrator. Mereka tidak memiliki inisiatif untuk menyita tanah. Mereka hanya bertindak berdasarkan perintah dari lembaga yang berwenang. Lembaga itu seperti pengadilan atau Aparat Penegak Hukum (APH).
Baca Juga: Perbedaan Tarif Jasa Notaris dan PPAT, Simak Penjelasannya
Lalu, apa fungsi dari catatan sita ini? Fungsinya sangat krusial. Catatan sita berfungsi sebagai "pengunci" status tanah. Tanah yang sudah dicatat sita tidak dapat dialihkan. Artinya, tanah tersebut tidak bisa dijual. Tidak bisa dihibahkan. Atau tidak bisa diagunkan lagi untuk pinjaman baru. Ini adalah cara hukum untuk membekukan aset. Tujuannya agar kondisi tanah tidak berubah selama proses hukum berjalan. Jadi, semua pihak yang berkepentingan haknya terlindungi.
Siapa Saja yang Bisa Mengajukan Sita?
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, BPN tidak menyita. BPN hanya mencatat. Lalu, siapa sebenarnya yang punya wewenang untuk memerintahkan sita? Ada beberapa lembaga yang diberikan kewenangan oleh undang-undang. Masing-masing memiliki alasan dan dasar hukum yang berbeda. Mari kita bedah satu per satu.
-
Pengadilan Negeri (Sita Perkara/Sita Jaminan)
Pengadilan adalah lembaga yang paling umum mengeluarkan perintah sita. Sita ini biasanya terkait sengketa perdata. Contoh kasusnya sangat beragam. Misalnya, kasus utang-piutang yang macet. Pihak pemberi utang (kreditur) bisa mengajukan gugatan. Mereka bisa meminta pengadilan meletakkan sita jaminan. Sita diletakkan atas aset milik si pengutang (debitur). Tujuannya sederhana. Agar si pengutang tidak menjual asetnya diam-diam. Sehingga jika nanti pengadilan memenangkan gugatan, ada aset yang bisa dieksekusi untuk melunasi utang. Ini disebut sita jaminan atau conservatoir beslag.
-
Aparat Penegak Hukum (Sita Pidana)
Aparat Penegak Hukum (APH) juga punya wewenang ini. APH meliputi Kepolisian dan Kejaksaan. Sita yang mereka lakukan disebut sita pidana. Sita ini diterapkan pada aset yang diduga terkait tindak pidana. Misalnya, tanah yang dibeli dari hasil korupsi. Atau properti yang digunakan untuk kegiatan kejahatan. Penyidik akan mengajukan permohonan sita kepada pengadilan. Tujuannya adalah untuk mengamankan barang bukti. Jika terbukti hasil kejahatan, aset tersebut bisa dirampas untuk negara.
-
Kantor Pelayanan Pajak (Sita Pajak)
Negara juga butuh dana dari pajak untuk pembangunan. Jika ada warga atau badan usaha yang menunggak pajak, negara bisa bertindak. Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) bisa melakukan sita. Sita ini dilakukan berdasarkan Surat Paksa. Ini adalah langkah penagihan aktif. Jika Wajib Pajak tidak juga melunasi utang pajaknya, asetnya bisa disita. Tanah adalah salah satu aset yang sering menjadi sasaran sita pajak. Nantinya, tanah ini bisa dilelang untuk membayar tunggakan pajak tersebut.
Inilah Obyek Tanah yang Kebal dari Sitaan Negara
Sekarang kita sampai pada bagian paling menarik. Ternyata tidak semua tanah bisa disita begitu saja. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2017 telah mengatur ini dengan jelas. Ada beberapa kategori tanah yang memiliki "kekebalan" hukum terhadap sita. Memahami ini penting agar kita tahu posisi hukum properti kita. Berikut adalah daftarnya.
1. Barang Milik Negara atau Daerah (BMN/BMD)
Logikanya sangat sederhana. Negara tidak mungkin menyita asetnya sendiri. Tanah yang berstatus sebagai Barang Milik Negara (BMN) atau Barang Milik Daerah (BMD) tidak dapat disita. Aset-aset ini digunakan untuk kepentingan publik dan penyelenggaraan pemerintahan.
Beberapa contoh BMN/BMD yang pasti Anda kenal:
-
Gedung kantor kementerian atau pemerintah daerah.
-
Sekolah negeri dan universitas negeri.
-
Rumah sakit umum milik pemerintah.
-
Jalan raya, jembatan, dan taman kota.
-
Tanah-tanah yang dikuasai oleh TNI/Polri untuk pertahanan.
Jadi, jika ada sengketa yang melibatkan instansi pemerintah, pihak penggugat tidak bisa meminta pengadilan menyita Istana Negara. Atau menyita gedung Balai Kota. Aturan ini memastikan pelayanan publik dan roda pemerintahan tidak terganggu oleh sengketa hukum perdata.
2. Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan
Ini adalah poin yang sangat relevan bagi jutaan masyarakat Indonesia. Terutama bagi mereka yang membeli properti melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Ketika Anda mengambil KPR, sertifikat tanah Anda akan dibebani Hak Tanggungan. Apa itu Hak Tanggungan?
Secara simpel, Hak Tanggungan adalah jaminan utang. Jaminan ini diberikan kepada bank atau lembaga keuangan. Bank memegang hak prioritas atas tanah tersebut. Jika Anda gagal bayar cicilan KPR, bank punya hak pertama untuk melelang tanah itu. Tujuannya untuk menutupi sisa utang Anda.
Nah, karena bank punya hak prioritas, pihak lain tidak bisa seenaknya menyita tanah tersebut. Bayangkan jika Anda punya utang lain ke pihak ketiga. Pihak ketiga itu menggugat Anda dan ingin menyita rumah KPR Anda. Permintaan sita ini tidak bisa langsung dieksekusi. Kepentingan bank sebagai pemegang Hak Tanggungan harus dilindungi terlebih dahulu. Hukum memberikan bank posisi sebagai kreditur preferen (yang diutamakan).
Namun, ada catatan penting bernama Sita Persamaan. Jika ada gugatan lain, pengadilan tetap bisa meletakkan sita. Namun, statusnya adalah "Sita Persamaan". Ini seperti antrean. Jika nanti rumah itu dilelang, hasil lelang pertama-tama harus untuk melunasi utang ke bank. Jika ada sisa, barulah sisa itu bisa digunakan untuk membayar utang kepada pihak kedua yang mengajukan sita.
3. Tanah yang Sudah Terpasang Sita Lainnya
Prinsip ini mirip dengan poin sebelumnya. Pada dasarnya, dalam satu obyek tanah, tidak bisa ada dua sita yang kedudukannya setara. Berlaku prinsip "siapa cepat, dia dapat". Jika sebuah tanah sudah lebih dulu diletakkan sita oleh Pengadilan Negeri A dalam kasus utang-piutang. Kemudian, datang Kejaksaan yang ingin menyita tanah yang sama untuk kasus pidana. Maka sita dari Kejaksaan tidak bisa serta merta menghapus sita pertama.
Sita yang datang belakangan akan dicatat sebagai sita berikutnya. Proses hukum dari sita pertama harus diselesaikan terlebih dahulu. Ini untuk menjaga kepastian hukum. Agar tidak terjadi tumpang tindih perintah dan eksekusi. Semua dilakukan secara berurutan sesuai waktu pengajuan sita.
Berapa Lama Status Sita Melekat pada Tanah?
Status sita tidak berlaku selamanya. Ada jangka waktu yang jelas. Durasi ini tergantung pada jenis kasus yang mendasarinya. Peraturan telah membaginya menjadi tiga skenario utama.
| Jenis Sita | Dasar Hukum | Jangka Waktu Berlaku |
| Sita Perkara (Perdata) | Gugatan di Pengadilan Negeri | Berlaku hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). |
| Sita Pidana | Penyidikan oleh APH | Berlaku hingga perkara selesai. Dibuktikan dengan SP3 atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. |
| Sita Pajak | Surat Paksa dari Kantor Pajak | Berlaku hingga utang pajak dan biaya penagihan lunas. Atau ada putusan lain dari pengadilan pajak atau menteri. |
Mari kita jelaskan lebih detail. Untuk sita perkara perdata, status sita akan terus melekat selama proses pengadilan berjalan. Mulai dari tingkat pertama, banding, hingga kasasi. Sita baru bisa diangkat jika ada putusan final. Putusan itu bisa berupa gugatan ditolak. Atau ada perintah eksplisit dari hakim untuk mengangkat sita tersebut.
Selanjutnya, untuk sita pidana, prosesnya juga mengikuti alur perkara. Jika dalam penyidikan tidak ditemukan cukup bukti, penyidik akan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Dengan SP3 ini, sita harus dicabut. Jika kasusnya lanjut ke pengadilan, sita akan berlaku sampai ada vonis final.
Sementara itu, sita pajak adalah yang paling jelas. Status sita akan langsung hilang begitu Wajib Pajak melunasi seluruh utang pajaknya. Termasuk juga biaya-biaya penagihan yang timbul. Pembayaran lunas adalah kunci utama penghapusan sita jenis ini.
Langkah-langkah Menghapus Catatan Sita
Jika kasus hukum yang mendasari sita sudah selesai, catatan sita di sertifikat tidak otomatis hilang. Pemilik tanah atau pihak yang berkepentingan harus proaktif. Anda perlu mengajukan permohonan penghapusan catatan sita. Permohonan ini diajukan ke Kantor Pertanahan setempat. Tentu saja, harus disertai dengan dokumen-dokumen pendukung yang sah.
Prosesnya secara umum adalah sebagai berikut:
-
Siapkan Dokumen Bukti Selesainya Perkara. Dokumen ini adalah kunci utama. Jenisnya berbeda-beda tergantung kasusnya:
-
Untuk Sita Perkara: Siapkan salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Anda bisa meminta salinan resmi dari panitera pengadilan.
-
Untuk Sita Pidana: Siapkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari penyidik. Atau, siapkan salinan putusan pengadilan pidana yang sudah inkracht.
-
Untuk Sita Pajak: Siapkan surat pencabutan sita resmi dari kantor pajak. Surat ini diterbitkan setelah Anda melunasi semua tunggakan. Bisa juga berupa putusan dari badan penyelesaian sengketa pajak.
-
-
Mengajukan Permohonan ke Kantor Pertanahan. Datanglah ke Kantor Pertanahan di wilayah tempat tanah Anda berada. Isi formulir permohonan penghapusan sita. Lampirkan dokumen bukti yang sudah Anda siapkan tadi. Jangan lupa membawa sertifikat tanah asli dan identitas diri.
-
Proses Verifikasi oleh BPN. Petugas BPN akan memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen Anda. Mereka akan mencocokkan data permohonan dengan catatan yang ada di buku tanah.
-
Penghapusan Catatan (Roya Sita). Jika semua sudah terverifikasi dan sesuai, Kepala Kantor Pertanahan akan melakukan penghapusan. Catatan sita pada buku tanah dan sertifikat akan dicoret. Proses ini sering disebut "Roya Sita". Setelah itu, sertifikat tanah Anda akan bersih kembali. Status hukumnya pulih seperti sedia kala. Anda pun bisa kembali melakukan transaksi atas tanah tersebut.
Sebagai penutup, memahami seluk-beluk sita tanah adalah literasi hukum yang penting. Ini bukan hanya urusan para praktisi hukum. Ini adalah pengetahuan vital bagi setiap pemilik properti. Dengan mengetahui aturan mainnya, kita menjadi lebih tenang. Kita tahu bahwa hak-hak kita dilindungi oleh undang-undang. Kita juga jadi paham langkah apa yang harus diambil jika suatu saat menghadapi masalah ini. Ingatlah selalu, tanah adalah aset berharga. Melindunginya dengan pengetahuan adalah langkah pertama yang paling bijaksana. (Therich3/Admin)
Belum ada Komentar untuk "Ketentuan Obyek Tanah yang Bisa Disita Negara, Berikut Penjelasannya"
Posting Komentar