Kriteria Rumah Layak Huni, Ini Penjelasannya Menurut Ahlinya
THE RICH3 - Bayangkan bangun tidur di pagi hari, udara terasa segar, sinar matahari masuk perlahan dari jendela, dan tidak ada suara tetesan air dari atap yang bocor. Ruangan terasa lega, kamar mandi bersih, dan air minum mengalir dengan lancar.
Kondisi seperti ini bukanlah kemewahan, tapi seharusnya menjadi standar dasar setiap orang: tinggal di rumah yang layak huni. Tapi sayangnya, masih banyak orang di Indonesia yang belum bisa menikmati kondisi tersebut. Menurut data dari BPS dan Kementerian PUPR, jutaan rumah di Indonesia masuk dalam kategori tidak layak huni.
Mulai dari bangunan yang nyaris roboh, sirkulasi udara buruk, air bersih tidak tersedia, sampai pencahayaan yang minim. Padahal, rumah bukan hanya tempat berteduh. Rumah adalah ruang hidup. Tempat untuk tumbuh, berkembang, dan membentuk masa depan.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami apa itu rumah layak huni. Bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk keluarga dan masyarakat sekitar. Supaya kita bisa mendorong pembangunan yang lebih manusiawi, sehat, dan berkelanjutan.
Dalam artikel ini, kita akan bahas secara lengkap soal kriteria rumah layak huni. Semua informasinya berdasarkan standar nasional dan juga rujukan dari Sustainable Development Goals (SDGs). Yuk, kita bahas satu per satu!
Baca Juga: Tingkat Penjualan Rumah Membaik Awal Tahun 2025, Tipe Rumah Ini Jadi Pemicunya
Apa Itu Rumah Layak Huni?
Sebelum jauh membahas detailnya, kita perlu tahu dulu definisinya. Rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi standar keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan. Definisi ini dikutip langsung dari laman resmi Kementerian PUPR, khususnya dari situs krs.perumahan.pu.go.id.
Intinya, rumah yang baik bukan hanya berdiri di atas tanah dan beratap. Tapi juga harus kuat secara struktur, memiliki luas yang cukup, memenuhi syarat sanitasi, pencahayaan, penghawaan, dan tentu saja air minum yang aman.
Selain itu, dalam konteks pembangunan berkelanjutan, rumah juga sebaiknya memperhatikan aspek lingkungan. Misalnya dengan menghemat energi, air, dan menggunakan bahan bangunan ramah lingkungan. Konsep ini dikenal sebagai prinsip bangunan hijau.
Baca Juga: Tips Memilih Arsitek Terpercaya, Perhatikan Agar Tak Salah Pilih!
Jadi, rumah layak huni tidak hanya soal kebutuhan dasar, tapi juga mendukung gaya hidup sehat dan lestari. Nah, sekarang kita akan bedah satu per satu kriterianya, berdasarkan SDGs dan standar nasional.
1. Ketahanan Bangunan: Fondasi Utama Sebuah Hunian
Ketahanan bangunan adalah syarat mutlak dari rumah layak huni. Rumah yang kokoh dan aman akan melindungi penghuninya dari risiko runtuh, kebakaran, atau kerusakan parah akibat bencana. Struktur rumah harus mengikuti kaidah teknik konstruksi yang benar. Tidak bisa asal bangun saja. Pondasi, dinding, atap, dan lantai semuanya harus terencana baik.
Penting juga menggunakan material bangunan yang sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Misalnya, semen dan besi yang digunakan harus berkualitas baik dan tahan lama. Jangan sampai pakai material murahan yang mudah rapuh. Karena itu bisa membahayakan jiwa. Apalagi di daerah rawan gempa, material harus benar-benar diperhitungkan.
Baca Juga: Spesifikasi Rumah Subsidi Sesuai Regulasi, Ketahui Ini Sebelum Membeli!
Ketahanan juga tidak hanya soal kekuatan fisik bangunan, tapi juga keawetan terhadap cuaca dan lingkungan. Rumah yang sering terkena banjir, misalnya, sebaiknya menggunakan material tahan air dan memiliki sistem drainase baik. Jadi, ketahanan bukan hanya soal berdiri kokoh, tapi juga bertahan dalam kondisi lingkungan ekstrem.
2. Luas Bangunan: Cukup Untuk Semua Penghuni
Luas bangunan juga jadi perhatian penting dalam menentukan kelayakan sebuah rumah. Berdasarkan standar SDGs, setiap penghuni rumah minimal harus mendapatkan ruang seluas 7,2 meter persegi. Artinya, kalau ada lima orang dalam satu rumah, luas minimal bangunannya adalah 36 meter persegi.
Kenapa ini penting? Karena ruang yang cukup akan memberikan kenyamanan dan kebebasan bergerak. Bayangkan kalau satu rumah hanya 20 meter persegi tapi dihuni oleh enam orang. Jangankan istirahat, untuk bergerak saja susah. Situasi seperti ini bisa menyebabkan stres, konflik keluarga, bahkan gangguan kesehatan.
Baca Juga: Rencana Pembangunan Hotel Bintang 5 di Mandalika, Investasi Rp 2,1 Triliun
Ruang yang cukup juga penting untuk menjaga privasi antaranggota keluarga. Anak-anak butuh ruang sendiri untuk belajar. Orang tua butuh ruang istirahat yang tenang. Semua fungsi itu tidak akan maksimal kalau ruangannya sempit. Jadi, luas bangunan bukan soal besar atau kecil, tapi cukup atau tidaknya untuk semua penghuni.
3. Sanitasi: Kesehatan Dimulai dari Toilet yang Layak
Sanitasi sering dianggap sepele, padahal sangat krusial dalam menentukan rumah layak huni. Setiap rumah wajib punya fasilitas sanitasi yang memadai. Minimal harus ada kloset leher angsa yang terhubung ke septic tank atau saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang aman.
Septic tank juga harus dirawat dengan baik. Standarnya, septic tank harus disedot minimal lima tahun sekali. Tapi kenyataannya, masih banyak rumah di Indonesia yang tidak punya septic tank sama sekali. Air limbah langsung dibuang ke sungai atau tanah terbuka. Ini sangat berbahaya karena bisa mencemari lingkungan dan menimbulkan penyakit.
Baca Juga: Batas Harga Rumah yang Bisa Dibeli di Jabodetabek, Gaji Harus Rp 15 Juta?
Sanitasi yang buruk bisa menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari diare, cacingan, sampai penyakit kulit. Jadi, memiliki sistem sanitasi yang baik adalah bagian penting dari kesehatan rumah. Bukan hanya untuk penghuninya, tapi juga lingkungan sekitar.
4. Ketersediaan Air Minum: Harus Bersih dan Aman
Air adalah sumber kehidupan. Maka dari itu, ketersediaan air minum menjadi salah satu indikator utama rumah layak huni. Air yang tersedia di rumah harus bersih, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa. Yang paling penting, air tidak boleh mengandung mikroorganisme patogen atau logam berat.
Air minum yang aman harus tersedia minimal 12 jam sehari. Kalau sumber air terlalu jauh atau sulit diakses, itu menjadi indikator rumah tidak layak. Standarnya, waktu tempuh ke sumber air tidak boleh lebih dari 30 menit. Baik itu dengan berjalan kaki atau kendaraan.
Baca Juga: Penting Segera Tingkatkan Girik Jadi SHM, Begini Cara Lengkapnya
Di beberapa daerah, air bersih masih menjadi masalah besar. Banyak masyarakat yang mengandalkan air sungai atau sumur dangkal yang kualitasnya tidak terjamin. Ini harus menjadi perhatian bersama. Karena tanpa air bersih, kehidupan yang sehat di rumah tidak akan tercapai.
5. Pencahayaan: Lebih dari Sekadar Terang
Pencahayaan alami adalah bagian penting dari rumah yang sehat. Menurut SDGs, pencahayaan alami minimal harus mencakup 10 persen dari luas lantai. Misalnya, kalau luas lantai rumah 50 meter persegi, maka setidaknya ada 5 meter persegi area jendela atau ventilasi yang memungkinkan cahaya matahari masuk.
Pencahayaan alami membantu mengurangi ketergantungan pada listrik di siang hari. Selain hemat energi, cahaya matahari juga baik untuk kesehatan. Paparan sinar matahari bisa membunuh kuman, mengurangi kelembaban, dan meningkatkan suasana hati.
Rumah yang gelap dan pengap bisa memicu gangguan kesehatan mental, apalagi jika tidak ada akses ke luar. Jadi, pencahayaan yang cukup bukan hanya soal kenyamanan visual, tapi juga kesehatan fisik dan mental.
6. Penghawaan: Sirkulasi Udara Harus Lancar
Sirkulasi udara yang baik adalah ciri rumah sehat. Menurut standar SDGs, penghawaan harus minimal 5 persen dari luas lantai. Jadi, jika rumah luasnya 40 meter persegi, maka minimal ada 2 meter persegi bukaan untuk sirkulasi udara.
Ventilasi alami akan mengurangi kelembaban dan menjaga suhu ruangan tetap nyaman. Udara yang stagnan bisa menyebabkan pertumbuhan jamur dan bakteri. Ini bisa memicu gangguan pernapasan dan alergi.
Selain itu, sirkulasi udara juga membantu menjaga energi di dalam rumah. Kalau ventilasi baik, rumah tidak akan terlalu panas, sehingga tidak perlu terlalu sering menyalakan kipas atau AC. Rumah jadi lebih hemat energi dan ramah lingkungan.
Tambahan: Lingkungan Sekitar Juga Menentukan
Selain enam kriteria utama, ada satu faktor lagi yang tidak kalah penting: lingkungan sekitar. Rumah yang berada di kawasan kumuh, dekat tempat pembuangan sampah, atau di wilayah rawan bencana, tentu saja tidak ideal.
Lingkungan yang baik akan menunjang kehidupan yang sehat. Akses ke fasilitas umum, seperti sekolah, pasar, dan layanan kesehatan, juga menjadi pertimbangan. Rumah yang layak huni sebaiknya berada di lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung kehidupan sosial yang sehat.
Kesimpulan: Rumah Layak Huni Bukan Kemewahan, Tapi Kebutuhan Dasar
Kita telah membahas banyak hal tentang rumah layak huni. Dari ketahanan bangunan sampai sirkulasi udara, semuanya penting dan saling terkait. Rumah yang baik tidak harus mewah, tapi harus memenuhi kebutuhan dasar penghuninya.
Pemerintah punya peran besar dalam mewujudkan rumah layak huni. Tapi masyarakat juga perlu sadar dan aktif menjaga kualitas hunian mereka. Baik dengan memperbaiki sanitasi, memperluas ventilasi, atau sekadar menjaga kebersihan.
Karena pada akhirnya, rumah adalah tempat pertama dan utama untuk tumbuh dan berkembang. Rumah layak huni bukan hanya hak, tapi juga syarat mutlak untuk kehidupan yang bermartabat. (Therich3/Admin)
Belum ada Komentar untuk "Kriteria Rumah Layak Huni, Ini Penjelasannya Menurut Ahlinya"
Posting Komentar