Alasan Girik Perlu Diubah ke Sertifikat Hak Milik? Berikut Penjelasannya
THE RICH3 - Kalau kamu tinggal di Indonesia, apalagi punya tanah warisan dari orang tua atau kakek-nenek, mungkin kamu sudah nggak asing lagi dengan istilah “girik.” Girik ini biasanya jadi bukti penguasaan tanah, entah karena warisan, jual beli zaman dulu, atau sekadar dokumen pajak atas sebidang tanah.
Buat masyarakat desa atau pinggiran kota, girik ini kayak pusaka keluarga yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tapi tahukah kamu, mulai tahun 2026 nanti, dokumen girik bakal nggak berlaku lagi? Nah, informasi ini bukan sekadar kabar burung.
Ini langsung ditegaskan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. Menurut beliau, begitu suatu wilayah sudah terpetakan dan seluruh tanahnya sudah bersertifikat, girik otomatis dianggap tidak sah lagi sebagai bukti kepemilikan tanah.
Kondisi ini tentu bikin banyak orang mulai resah. Apalagi buat mereka yang belum sempat mengurus girik ke sertifikat hak milik (SHM). Kalau sudah nggak berlaku, lalu gimana nasib tanah yang selama ini dipegang dengan bukti girik? Apakah bisa disertifikasi langsung? Atau ada proses panjang yang harus dilalui?
Dalam artikel ini, kita bakal kupas tuntas kenapa kamu harus segera mengubah girik ke SHM. Kita juga akan bahas prosesnya, manfaatnya, sampai risiko kalau kamu tetap mempertahankan girik. Yuk, simak penjelasan lengkapnya!
Apa Itu Girik dan Mengapa Masih Digunakan?
Girik, dalam istilah pertanahan, sebenarnya bukan bukti kepemilikan tanah yang sah secara hukum negara. Girik itu lebih tepat disebut sebagai surat penguasaan tanah atau bukti pajak atas tanah yang dibayar oleh seseorang.
Biasanya, girik ini digunakan oleh masyarakat sebagai dokumen dasar untuk membuktikan bahwa mereka sudah menguasai dan memanfaatkan tanah tertentu dalam waktu lama. Di banyak desa dan kawasan urban yang belum terpetakan dengan baik, girik masih jadi andalan.
Ada banyak alasan kenapa girik masih digunakan hingga sekarang. Pertama, proses pembuatan sertifikat tanah dulu cukup rumit dan mahal. Kedua, banyak masyarakat yang merasa cukup aman hanya dengan memiliki girik karena secara adat, girik diakui oleh lingkungan sekitar. Ketiga, belum semua wilayah di Indonesia masuk dalam program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL), jadi girik pun belum bisa ditingkatkan ke sertifikat.
Baca Juga: Perbedaan HGB dan Hak Pakai, Berikut Rinciannya
Sayangnya, meski girik masih digunakan, kekuatan hukumnya sangat lemah. Girik hanyalah bukti pembayaran pajak atau bukti penguasaan, bukan bukti kepemilikan sah menurut hukum negara. Artinya, saat terjadi sengketa, girik tidak memiliki kekuatan pembuktian sekuat sertifikat tanah. Hal inilah yang jadi perhatian utama pemerintah untuk mendorong masyarakat agar segera mendaftarkan tanahnya.
Penegasan Pemerintah: Girik Tak Berlaku Lagi Mulai 2026
Pemerintah kini makin serius untuk menyelesaikan pendaftaran tanah secara nasional. Nusron Wahid, Menteri ATR/BPN, menegaskan bahwa girik tidak akan berlaku lagi setelah tahun 2026. Bahkan, kalau seluruh wilayah sudah dinyatakan lengkap secara pemetaan dan penerbitan sertifikat, maka girik akan gugur otomatis.
Artinya, meskipun kamu punya girik, kalau sudah ada orang lain yang berhasil mendaftarkan tanah itu ke BPN dan dapat sertifikat, kamu tidak bisa lagi mengklaim tanah tersebut hanya dengan girik.
Pernyataan ini didukung juga oleh Harison Mocodompis, Kepala Biro Humas Kementerian ATR/BPN. Menurut beliau, girik itu bukan dokumen kepemilikan. Girik hanyalah dokumen perpajakan lama yang dulu disebut sebagai “Verponding Indonesia” sebelum era Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Baca Juga: Prosedur Penggunaan Batu Bata, Ini Kata Kementerian PUPR
Jadi, fungsinya cuma menunjukkan bahwa seseorang membayar pajak atas tanah tertentu, bukan berarti dia sah sebagai pemilik tanah tersebut.
Transisinya jelas: pemerintah ingin seluruh tanah di Indonesia tercatat secara lengkap dan teregistrasi secara hukum. Proses ini disebut Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Jadi, ketika program ini selesai di suatu kawasan, otomatis semua tanah harus bersertifikat. Kalau tidak, kamu bisa kehilangan hak atas tanah itu.
Kenapa Girik Harus Diubah Menjadi Sertifikat Hak Milik?
Pertanyaan yang sering muncul adalah: “Kenapa sih girik harus diganti jadi SHM?” Jawabannya simpel: agar ada kepastian hukum. Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah satu-satunya bukti sah yang diakui negara sebagai dokumen kepemilikan tanah. SHM diterbitkan oleh BPN dan menyimpan data yuridis (siapa pemiliknya) dan data fisik (lokasi, luas, batas-batas, dan koordinatnya).
Kalau kamu cuma pegang girik, maka secara hukum kamu tidak tercatat sebagai pemilik tanah. Ibaratnya, kamu tinggal di rumah yang tidak ada akta jual belinya. Sewaktu-waktu bisa digugat atau diklaim orang lain. Tapi kalau kamu punya SHM, posisi kamu kuat di mata hukum. Bahkan dalam kasus sengketa, pemilik SHM hampir selalu menang karena sertifikat adalah alat bukti yang paling sah.
Baca Juga: Kepastian Pemerintah untuk Realisasikan Program 3 Juta Rumah
Selain itu, SHM juga bisa dijadikan jaminan untuk mengakses perbankan. Kamu bisa menjaminkan SHM untuk pinjaman, investasi, atau pengembangan usaha. Bandingkan dengan girik, yang sama sekali tidak bisa digunakan untuk keperluan finansial seperti itu.
Apa Risiko Kalau Tetap Mengandalkan Girik?
Banyak orang merasa girik sudah cukup karena tanah tersebut tidak pernah ada masalah. Tapi kenyataannya, risiko menyimpan girik tanpa disertifikasi sangat besar. Salah satu risiko paling nyata adalah hilangnya hak atas tanah karena klaim pihak lain yang lebih dulu mendaftarkan tanah tersebut ke BPN.
Misalnya begini. Kamu punya girik atas sebidang tanah. Tapi kamu belum sempat mengurus sertifikat. Lalu ada orang lain yang mengaku punya bukti lebih kuat, seperti akta jual beli atau bahkan bukti warisan. Mereka lalu mendaftarkan tanah itu ke BPN dan mendapatkan SHM. Dalam kondisi seperti ini, sangat sulit bagimu untuk mempertahankan hak, karena di mata hukum, SHM adalah bukti tertinggi.
Baca Juga: Begini Tips Jual Rumah Cepat Laku yang Efektif, Wajib Dicoba!
Selain itu, ada risiko administratif. Pemerintah menargetkan seluruh tanah terdaftar secara lengkap. Artinya, kalau kamu tidak mendaftarkan tanahmu, tanah itu bisa masuk dalam kategori “tanah terlantar” atau “tanah negara.” Kalau sudah begini, proses mendapatkan kembali hak atas tanah bisa sangat panjang, rumit, dan belum tentu berhasil.
Proses Mengubah Girik Menjadi SHM
Proses pengurusan SHM dari girik sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan. Kamu hanya perlu melengkapi beberapa dokumen dan datang ke Kantor Pertanahan (Kantah) di wilayahmu. Berikut langkah-langkah umumnya:
1. Siapkan dokumen girik asli.
Ini termasuk girik, akta jual beli (jika ada), atau surat waris.
2. Lengkapi dokumen pendukung.
Sertakan fotokopi KTP, KK, dan NPWP.
3. Siapkan bukti bayar PBB terakhir.
Ini penting untuk menunjukkan bahwa kamu masih aktif membayar pajak atas tanah tersebut.
4. Buat surat permohonan ke BPN.
Surat ini menjelaskan niatmu untuk mendaftarkan tanah dari girik menjadi SHM.
5. Lakukan pengukuran oleh BPN.
Tim pengukuran akan datang ke lokasi untuk memastikan batas dan luas tanah.
6. Verifikasi data oleh petugas.
BPN akan mengecek keabsahan dokumen dan riwayat tanah.
7. Penerbitan SHM.
Jika semua berkas valid, SHM akan diterbitkan atas namamu.
Kalau kamu mengikuti program PTSL, biayanya bisa sangat murah atau bahkan gratis. Jadi manfaatkan program ini sebaik mungkin!
Manfaat SHM yang Tidak Dimiliki Girik
Mengurus SHM memang membutuhkan waktu dan tenaga. Tapi manfaatnya jauh lebih besar dibandingkan mempertahankan girik. Berikut beberapa manfaat utama SHM:
- Kepastian hukum. Kamu diakui secara sah sebagai pemilik tanah.
- Bisa diwariskan secara legal. Warisan SHM lebih mudah diproses oleh ahli waris.
- Dapat digunakan sebagai jaminan kredit. SHM bisa diagunkan di bank atau koperasi.
- Nilai jual tanah meningkat. Tanah bersertifikat lebih mahal karena statusnya jelas.
- Menghindari sengketa. SHM melindungi dari klaim pihak lain.
- Masuk dalam sistem pertanahan nasional. Data tanahmu tersimpan secara digital di BPN.
Bagaimana Jika Ada Sengketa Saat Mengurus SHM?
Kalau tanah girik yang kamu kuasai ternyata bermasalah, misalnya ada lebih dari satu orang yang mengaku sebagai pemilik, maka penyelesaian sengketa bisa dilakukan di Kantah. BPN akan menilai bukti-bukti yang ada. Kalau diperlukan, bisa dilakukan sidang mediasi atau dilanjutkan ke pengadilan.
Dalam kasus seperti ini, penting untuk memiliki dokumen pendukung sebanyak mungkin. Misalnya: surat waris, akta jual beli, kwitansi pembayaran, atau saksi dari warga sekitar. Semakin lengkap bukti yang kamu punya, semakin besar peluangmu memenangkan klaim atas tanah tersebut.
Program Pemerintah untuk Mempermudah Sertifikasi Tanah
Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN kini gencar menjalankan Program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap). Program ini ditujukan untuk membantu masyarakat, terutama yang masih memiliki girik, agar bisa segera mendapatkan SHM.
Keunggulan program ini adalah biaya yang murah, proses yang dibantu pemerintah, dan prioritas untuk wilayah yang belum tersertifikasi secara menyeluruh. Kalau kamu ikut PTSL, biasanya cukup siapkan dokumen girik dan identitas diri. Petugas akan membantu mulai dari pengukuran sampai sertifikat jadi.
Kesimpulan: Jangan Tunggu Sampai Girikmu Tak Berlaku
Mengandalkan girik di zaman sekarang ibarat menggantungkan masa depan pada dokumen yang sudah hampir usang. Negara kita sedang bergerak ke arah tertib administrasi pertanahan. Artinya, semua bentuk penguasaan tanah harus memiliki kekuatan hukum, yaitu dengan sertifikat. Kalau kamu masih pegang girik, segera urus perubahan ke SHM.
Mulai sekarang, kumpulkan dokumen pendukung. Cari tahu jadwal program PTSL di wilayahmu. Jangan tunggu sampai girikmu tak berlaku dan tanahmu diklaim orang lain. Sertifikat adalah bukti kepemilikan paling sah dan paling aman. Ayo lindungi aset berharga milikmu sebelum terlambat. (Therich3/Admin)
Belum ada Komentar untuk "Alasan Girik Perlu Diubah ke Sertifikat Hak Milik? Berikut Penjelasannya"
Posting Komentar